KabarMakassar.com –- Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jeneponto yang semula tenang mendadak berubah menjadi medan peluapan emosi, Kamis sore kemarin.
Sidang agenda pembacaan putusan kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) yang merenggut nyawa seorang bocah bernama Imran ini berakhir ricuh setelah Majelis Hakim membacakan poin-poin pertimbangan yang dinilai janggal oleh pihak keluarga korban.
Kericuhan pecah saat Ketua Majelis Hakim, Ardyansyah Jintang, membacakan amar putusan.
Dalam narasinya, hakim menyebutkan adanya uang santunan sebesar Rp300 ribu dari pihak terdakwa kepada keluarga korban sebagai salah satu pertimbangan meringankan.
Mendengar hal tersebut, suasana langsung memanas. Keluarga korban yang hadir tidak kuasa menahan amarah karena merasa fakta tersebut adalah fiktif.
”Kami tidak pernah menerima santunan sepeser pun. Itu tidak benar! Siapa yang memberi dan siapa yang menerima? Itu semua bohong!” teriak salah satu anggota keluarga di tengah persidangan yang riuh.
Bagi keluarga, penyebutan nominal yang sangat kecil tersebut bukan hanya tidak benar secara fakta, namun juga dianggap menghina harga diri mereka dan mencederai rasa keadilan atas hilangnya nyawa anggota keluarga mereka.
Kekecewaan keluarga korban makin berlipat ganda setelah mendengar vonis akhir. Terdakwa hanya dijatuhi hukuman 1 tahun 8 bulan penjara. Angka ini sangat jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta terdakwa dihukum 4 tahun penjara.
Keluarga korban menangis histeris dan memprotes keras putusan tersebut. Aparat keamanan bahkan harus bekerja ekstra keras untuk menenangkan massa dan mengevakuasi perangkat persidangan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Merespons putusan yang dianggap rendah dan adanya poin santunan yang kontroversial tersebut, Jaksa Penuntut Umum, Hamka, menyatakan sikap tegas untuk melakukan upaya hukum lanjutan.
”Kami tidak terima putusan hakim yang memvonis jauh di bawah tuntutan kami. Sebelum tujuh hari, kami akan mengajukan upaya hukum banding sesuai pedoman Jaksa Agung,” tegas Hamka saat ditemui usai persidangan.
Senada dengan jaksa, Penasehat Hukum keluarga korban, Andi Alwi Malarangan, menilai putusan tersebut sama sekali tidak mencerminkan nilai kemanusiaan.
”Ini persoalan nyawa yang hilang akibat kelalaian. Harusnya terdakwa mendapat hukuman berat sesuai tuntutan JPU. Kami berharap upaya banding nantinya bisa memberikan keadilan yang maksimal bagi keluarga korban,” pungkas Alwi.
Hingga saat ini, pihak Pengadilan Negeri Jeneponto belum memberikan klarifikasi resmi mengenai dasar pencantuman uang santunan Rp300 ribu dalam amar putusan yang memicu kericuhan tersebut.














