kabarbursa.com
kabarbursa.com

Pakar IT Beber 3 Sumber Masalah Sirekap KPU

Pakar IT Beber 3 Sumber Masalah Sirekap KPU
Ilustrasi KabarMakassar
banner 468x60

KabarMakassar.com — Sidang lanjutan Pemeriksaan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024, kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Rabu (3/4).

Sidang gabungan perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 kali ini mengagendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari KPU (Termohon) dan Bawaslu seperti dikutip di mkri.id.

Pemprov Sulsel

KPU menghadirkan seorang ahli yakni Marsudi Wahyu Kisworo yang merupakan Ahli di bidang IT, dan dua orang saksi yakni Yudistira Dwi Wardhana Asnar dan Andre Putra Hermawan.

Marsudi dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo menyebutkan, sejak 2004 yang mana pertama kali teknologi komputer digunakan dalam pemilu, sistem penghitungan suara digital selalu dipermasalahkan.

“Terakhir kemarin 2019 dan sekarang terulang lagi. Padahal kita semua tahu bahwa kalau kita lihat pada peraturan perundang-undangan, suara yang sah itu adalah penghitungan suara berjenjang. Artinya, ekstrimnya seandainya sirekap tidak ada pun sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap penghitungan suara,” kata Marsudi.

Professor pertama di bidang IT di Indonesia itu lebih lanjut menjelaskan, sirekap terdapat dua jenis yaitu sirekap mobile dan sirekap web. Data masuk dalam sirekap web itu dari sirekap mobile.

Sirekap web tugasnya lebih kepada untuk melakukan konsolidasi, melakukan virtualisasi atau mengeksport data ke web dan kemudian dapat dilihat tampilannya di web.

Dikatakan Marsudi, terdapat tiga problem dalam sirekap mobile. Problem pertama dari sirekap mobile, mengambil data dari form C1 Hasil yang isinya dibuat dengan tulisan tangan menggunakan teknologi yang namanya Optical Character Recognition (OCR).

OCR ini adalah sebuah perkembangan kemajuan di banding situng yang mana angkanya dimasukkan secara manual. Marsudi mengatakan, hal tersebut dapat timbul kehebohan seolah-olah ada kesengajaan entri yang dinaikkan dan sebagainya. Jadi, tulisan yang ada di C1 Hasil itu di-scan, di-capture, kemudian diubah menjadi angka.

“Di sinilah problem pertamanya karena tulisan form C1 tulisan tangan dan kita tahu bahwa tulisan tangan setiap orang itu berbeda. Apalagi tulisan itu di 822 ribu TPS yang pasti orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda. Mungkin di TPS ini tulisannya bagus mudah dibaca. Mungkin juga ada sebagian yang tulisannya jelek dan sulit dibaca,” lanjut Marsudi.

Bahkan style penulisan angka bisa beda-beda. Marsudi mencontohkan penulisan angka 4. Ada yang menulisnya seperti kursi terbalik, atasnya terbuka, ada yang atasnya tertutup.

“OCR akurasinya masih 99%. Jadi masih ada kemungkinan 1% error. Tapi kalau dipakai di lapangan itu bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi itu 93%. Jadi kemungkinan ada 7% salah OCR merubah gambar menjadi angka,” tegasnya.

Problem kedua, sambung Marsudi, dari sisi kamera. Sirekap mobile diinstal di masing-masing handphone (hp) KPPS. Seperti yang kita ketahui, merk hp berbeda-beda kualitasnya.

Akibatnya terjadi perbedaan pada form C1. Ada yang jelas, ada yang remang-remang, ada yang warna putih, dan ada yang kekuning-kuningan.

Masalah ketiga, problem kertas. Ketika kertas terlipat bisa menimbulkan kesalahan interpretasi OCR. “Karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan.

Dia hanya patuh kepada training data. Jadi, sistem AI ini, dia diberikan data berbagai macam tulisan tangan kemudian dari tulisan tangan itu dia pelajari kemudian dia bisa melihat ini apakah angka 1, 2, 3 dan seterusnya.

Tapi kalua kualitas gambarnya seperti ini, menjadi masalah. Tiga masalah ini menjadi sumber masalah yang menjelaskan kenapa ketika ditampilkan di web, antara angka dengan C1 bisa berbeda,” lanjutnya.

Kendati demikian, menurut Marsudi, sirekap merupakan salah satu bentuk dari sarana untuk transparansi. Oleh karena itu, maka ketika terjadi perbedaan, keluhan atau komplain dari masyarakat, KPU kemudian segera melakukan tindakan koreksi. Sehingga kesalahannya makin lama semakin sedikit.

“Teknologi OCR sudah mapan tapi belum perfect dan 100% akurat. Kita tidak dapat menuduh software curang. Solusi ke depan, harus adanya verifikasi sebelum hasil tersebut diposting,” tandas Marsudi.

Sementara Yudistira Dwi Wardhana Asnar yang merupakan Security Analis Sirekap 2024, dalam kesaksiannya mengatakan sirekap adalah alat bantu publikasi dan rekapitulasi.

Hasil final adalah keputusan pleno rekapitulasi di masing-masing jenjang. Pada hari pertama pemilu terdapat 29,07% TPS yang sudah mengirimkan data ke sirekap.

Yudistira menerangkan proses bisnis sirekap 2024, antara lain mengenai pemilihan autentifikasi open source.

Selain itu, ia menjelaskan Common Vulnerabilities and Exposures (CVE) yang merupakan project untuk membagi informasi terkait kerentanan seluruh software.

Menurutnya, CVE hanya akan dipublikasikan jika sudah diperbaiki oleh vendor. “CVE hanya dirilis ketika sudah disclose,” ujarnya.

Sementara itu, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulawesi Selatan sebelumnya menyoroti penyelenggara pemilu 2024 yang dipimpin oleh Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI.

Sorotan kepada Hasyim Asy’ari cs menyusul Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari telah melanggar kode etik pedoman penyelenggara Pemilu 2024.

Dimana disampaikan Ketua DKPP, Heddy Lugito dalam sidang putusan terhadap perkara 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023.

“Teradu satu (Hasyim Asy’ari) dalam perkara nomor 135-PKE/DPP/XII/2023 perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu,” kata Heddy dikutip secara daring, Senin (5/2) lalu.

Samsang Syamsir perwakilan Koalisi OMS Kawal Pemilu mengatakan bahwa memang jelas itu pelanggaran, sangat menguatkan kecurigaan adanya permufakatan jahat penyelenggara jika itu diputus oleh DKPP sebagai hal yang bukan pelanggaran.

“Kali ini, terlihat DKPP lebih objektif dalam dalam menilai, mempertimbangkan dan memutus perkara. Meski begitu, bagi kami putusan peringatan keras terakhir untuk Hasyim Ashari. Dan peringatan keras untuk 6 teradu lainnya belum menunjukkan kualitas putusan yang baik,”tegas Samsang kepada kabarmakassar.com, Senin (5/2) lalu.

“Putusan Hasyim Ashary kali ini adalah kali kedua mendapatkan putusan keras terakhir. Dimana sebelumnya juga sudah pernah mendapatkan putusan keras,”terangnya.

PDAM Makassar