KabarMakassar.com — Petani Polongbangkeng menolak keras upaya Pemerintah Kabupaten Takalar yang menerbitkan surat untuk melakukan pengukuran ulang areal lahan yang dikuasai oleh PTPN Takalar pada Selasa (2/12).
Hal ini tertuang dalam Surat yang diterbitkan oleh Bupati Takalar, perihal “Kegiatan plotting lahan HGU PTPN”.
Lebih detil hal ini berangkat dari Surat Rekomendasi KOMNAS HAM tentang Kesepakatan Mediasi Nomor:01/KP/MD.00.01/1/2023 tentang Kasus Hak atas Kesejahteraan dan Hak atas lahan antara Petani Desa Lassang Barat dan Parang Luara dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) di Kabupaten Takalar, dan SK Gugus Tugas Reformasi Agraria Nomor No. 297 tahun 2025 serta tindak lanjut Rapat Teknis Forkopimda dan Direktur PTPN, pada hari Jumat (24/11)
“Mereka yang turun akan mengukur lahan mengaku tidak memiliki Peta. Hal ini justru menunjukkan mereka tidak tahu persoalan,” ujar salah seorang Petani Polongbangkeng.
Puluhan Petani Polongbangkeng bersama-sama melakukan protes atas kegiatan ini sebab mengabaikan kehadiran serta tidak melihat Petani Polongbangkeng sebagai subjek yang memiliki kepentingan dalam konflik ini.
“Jika mereka ingin melaksanakan pengukuran secara adil maka mereka harus melibatkan kami sebagai warga terdampak,” tambahnya.
Pemkab Takalar dinilai berat sebelah yang hanya mengakomodir kepentingan perusahaan, ruang partisipasi serta aspirasi tidak dibuka seluas-luasnya bagi para petani sebagaimana rekomendasi KOMNAS HAM yang menitikberatkan kehadiran petani di tengah konflik. Terlebih, beberapa titik wilayah lahan telah dikuasai secara produktif oleh mereka.
“Pemda dan aparat bisa bekerja tanpa kantor. Tapi petani tanpa lahannya, bukanlah petani tapi pengangguran. Petani tanpa lahan akan kehilangan identitasnya sebagai petani,” tegas Petani Polongbangkeng.
Usai mengetahui akan adanya pengukuran ulang, pera petani bersiaga di Posko Lassang Barat setidaknya, sejak pukul 08.00 WITA.
Aksi penolakan semakin menebal, pasalnya kehadiran Pemkab dibarengi dengan pihak PTPN, yang nyatanya sebelumnya telah melakukan plotting/pengukuran tanpa keterlibatan Petani Polongbangkeng.
Protes semakin memanas, lontaran kata keengganan serta penghadang upaya plotting dibarengi dengan api protes dari Petani. Pada akhirnya pengukuran ulang ini tidak berhasiL dilakukan.
“Proses pengukuran ulang mesti melibatkan secara penuh Petani yang telah menguasai dan merupakan pemilik sah lahan di eks HGU PTPN Takalar karena mereka yang akan terdampak langsung dari tindakan plotting tersebut. Jika hal ini terus dipaksakan akan memperparah konflik agraria yang terjadi dan memperpanjang penindasan yang dialami oleh Petani Takalar,” cetus Hasbi, LBH Makassar.














