kabarbursa.com
kabarbursa.com
banner 728x250
News  

Bimtek Penanganan Narkotika dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Digelar di Makassar

Bimtek Penanganan Narkotika dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Digelar di Makassar
(Foto : IST).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menghadiri sekaligus menyampaikan welcome speech pada kegiatan Bimbingan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif yang mengangkat tema “Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Garda depan Dalam Penegakan Tindak Pidana Narkotika Yang Berintegritas dan Profesional Guna Membawa Indonesia Bebas Dari Narkoba” yang berlangsung di Grand Shayla Novotel Jalan Charil Anwar Makassar, Kamis (30/05).

Peserta bimbingan teknis dikuti oleh para Asisten Tindak Pidana Umum dan Kepala Seksi Narkotika dan Zat Adiktif pada Kejati Sulsel, Kejati Sulawesi Utara, Kejati Sulawesi Tengah, Kejati Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Barat dan Kejati Gorontalo, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan para Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dari berbagai Kejaksaan Negeri di wilayah Sulawesi.

Pemprov Sulsel

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Agus Salim, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Hukum yang baik, idealnya memberikan sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat dari pada sekedar hanya sebatas prosedur hukum semata, disamping harus kompeten dan adil, hukum juga harus mampu mengenali keinginan publik yang tergambar dalam hukum yang hidup di masyarakat serta berorientasi terhadap tercapainya nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum.

Untuk itu kata dia diperlukan adanya hukum yang responsive sebagai sebuah jawaban atas keinginan masyarakat terhadap pemberlakuan hukum yang berlandaskan hukum yang hidup di masyarakat (living law).

Agus Salim melanjutkan, bahwa sejak awal perkembangan pelaksanaan sistem peradilan pidana khususnya pada konsep pemidanaan, baik di Indonesia maupun secara global, pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku tindak pidana, dan orientasi penghukumannya bertujuan untuk melakukan pembalasan dan pemenuhan tuntutan kemarahan publik akibat perbuatan pelaku, namun seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran paradigma alternatif yang ditawarkan untuk menggantikan keadilan berbasis pembalasan, yaitu adanya gagasan yang menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat, namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku, yang saat ini kita kenal dengan istilah Restoratif Justice atau keadilan restoratif.

“Kondisi ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai problematika dan tantangan zaman serta kritik terhadap proses penegakan hukum pidan”, ungkapnya

Jaksa Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain yaitu Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Pedoman Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

“Pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana narkotika sebagaimana yang dirumuskan dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, adalah merupakan salah satu solusi yang sangat dibutuhkan untuk membantu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menekan yang overcrowded pemasyarakatan”, jelasnya

Terbitnya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, merupakan reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan yang dilakukan dengan mengoptimalkan Lembaga Rehabilitasi.

“Hal ini tentu akan mengubah pola kerja dari Penuntut Umum terhadap penanganan perkara penyalahgunaan narkotika.
Selama ini penjeraan bagi orang yang melakukan penyalahgunaan narkotika dalam pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berorientasi pada hukuman badan berupa pemenjaraan satu sampai empat tahun, namun dengan adanya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tersebut, diharapkan tidak perlu dilakukan pemenjaraan terhadap pelaku, namun diberikan rehabilitasi yang dilakukan dengan mengedepankan keadilan restoratif dan kemanfaatan (doelmatigheid), selain itu juga dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), cost and benefit analysis, dan pemulihan pelaku, maka Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis, dapat menyelesaikan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi”, pungkasnya

PDAM Makassar