kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

PERPPU Cipta Kerja Ditolak Buruh, Pengamat Sebut Pemerintah Memaksakan Diri

banner 468x60

KabarMakassar.com — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Cipta Kerja banyak ditolak masyarakat terutama kaum buruh, petani dan mahasiswa.

Hal itu ditandai dengan aksi demontrasi menolak PERPPU Cipta Kerja disejumlah wilayah di Indonesia, salah satunya di Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pemprov Sulsel

Pengamat Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajrulrahman Jurdi menjelaskan penolakan banyak masyarakat terhadap PERPPU Cipta Kerja dikarenakan sejak awal bermasalah secara konstitusional.

Problem konstitusional yang dimaksud yakni penerbitan PERPPU Cipta Kerja diterbitkan dalam keadaan negara yang normal padahal secara prasyarat penerbitan PERPPU dilakukan dalam kondisi upnormal atau adanya kegentingan memaksa yang terjadi pada saat itu juga.

Problem selanjutnya pasca penerbitan PERPPU Cipta Kerja harusnya dilakukan sidang paripurna DPR RI untuk mengecek validitas kegentingan memaksa dan pengesahan penerbitan PERPPU namun hingga kini DPR RI tak kunjung melakukan sidang paripurna sehingga eksistensi PERPPU Cipta Kerja dianggap dicabut.

"Undang-undang dasar mengatakan persetujuan itu harus dilakukan oleh DPR. Maka menurut saya begini karena tidak ada persetujuan pada masa sidang berikutnya maka eksistensi PERPPU ini saya anggap dinyatakan dicabut karena dia sudah melewati satu masa sidang yang disebutkan dalam konstitusi," ungkapnya saat ditemui di Fakultas Hukum Unhas, Rabu (07/03) lalu.

Selain itu kata Fajrulrahman alasan Presiden Jokowi menerbitkan PERPPU Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu dikarenakan bakal adanya resesi ekonomi yang terjadi pada 2023 mendatang padahal seharusnya kegentingan memaksa dalam menerbitkan PERPPU harus terjadi pada saat itu juga bukan pada waktu yang mendatang.

"Presiden menganggap bahwa 2023 ada keadaan ekonomi maka segera diterbitkan PERPPU padahal hal itu tidak terjadi pada saat itu," sambungnya.

Dosen Hukum Ketatanegaraan itu menyebut pihaknya tak mempersoalkan PERPPU atau bentuk undang-undang namun yang menjadi perhatian adalah materi muatan yang tidak boleh merugikan publik atau masyarakat.

"Tidak jadi soal PERPPU atau apapun bentuknya tapi materi muatannya jangan merugikan public," pungkasnya.

Pihaknya pun menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan memaksa menerbitkan PERPPU Cipta Kerja karena mengistimewakan investasi dan lupa akan kepentingan publik dimana investasi yang dilakukan banyak merugikan masyarakat.

"Kelihatannya pemerintah memaksakan diri karena fokusnya diinvestasi, tapi lupa bahwa investasi ini jangan merugikan publik", jelasnya

Diketahui sejumlah pasal bermasalah dalam PERPPU Cipta Kerja sehingga ramai ditolak masyarakat terutama butuh diantaranya:

Tenaga Alih Daya (Pasal 64) Pasar tenaga kerja dinilai bakal semakin fleksibel dengan ditegaskannya ketentuan mengenai tenaga alih daya alias outsourcing.

Selanjutnya Cuti Panjang Tidak Lagi Wajib (Pasal 79 dan Pasal 84) Pemberian cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan, melainkan opsional.

Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 79 UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja yang menyebutkan cuti dan waktu istirahat yang wajib diberikan pengusaha hanya cuti tahunan, istirahat antar-jam kerja, dan libur mingguan. Sementara itu, istirahat panjang menjadi pilihan perusahaan.

Serta Ipah Minimum (Pasal 88C, 88D, dan 88F) Munculnya klausul “indeks tertentu” pada Pasal 88D ayat 2 Perpu Cipta Kerja yang dinilai semakin memuluskan upah murah. Ada pula pasal baru, yakni Pasal 88F, yang membolehkan pemerintah menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur UU Cipta Kerja sebelumnya ataupun Perpu Cipta Kerja dalam keadaan tertentu.

 

PDAM Makassar