kabarbursa.com
kabarbursa.com
banner 728x250
News  

Kisah Perjuangan Perempuan Kodingareng Melawan Aktivitas Tambang Pasir Laut

banner 468x60

KabarMakassar.com — Saat ini aktivitas penambangan pasir di Pulau Kodingareng telah berhenti, namun tidak bagi dampak buruk yang telah dihasilkan dari aktivitas pertambangan bagi ribuan nelayan yang menggantungkan sumber perekonomiannya di laut.

Hal tersebut membuat ribuan masyarakat Pulau Kodingareng saat itu berusaha keras untuk menyelamatkan laut dan wilayah tangkap nelayan mereka dari aktivitas penambangan pasir laut.

Pemprov Sulsel

Berawal dari kesadaran inilah lahir perjuangan Ibu-ibu nelayan Kodingareng, mereka sadar bahwa sumber penghasilannya yang bergantung dengan hasil tangkap laut mulai hilang, karang  yang hancur dan air yang mengeruh membuat mereka mulai dan melakukan advokasi Perjuangan Perempuan kodingareng.

Ketua Pejuang Perempuan Kodingareng, yang akrab disapa Ibu Ros menyebut perjuangan para ibu-ibu nelayan akan terus dilakukan hingga zona Pulau Kodingareng dicabut dari titik wilayah tambang pasir.

"Kami tidak akan berhenti berjaung sampai titik sonanya di cabut" ujarnya Minggu (29/05)

Lebih lanjut, Ibu Ros menceritakan perjuangannya dalam melawan aktivitas tambang pasir laut, ia menuturkan bahwa daerah wilayah tangkap ikan para nelayan masuk dalam titik zona tambang pasir.

"Di daerah tempat nelayan mencari ikan itu disitu ada zonanya, jadi itu yang harus kita perjuangkan sampai zonanya betul-betul dicabut, karena kalau zonanya sudah dicabut tidak akan ada lagi aktivitas penambangan disitu, kalau belum di cabut besok lusa pasti akan kembali menambang disitu" jelasnya

Pergerakan yang dilakukan oleh Ibu Ros dan sejumlah masyarakat yang menentang aktivitas pertambangan pasir tidak semudah yang dibayangkan, perjuangannya dalam menolak aktivitas tambang pasir laut banyak ikut ditentang masyarakat lainnya yang justru pro terhadap perusahaan tambang pasir laut  

"Dipulau ini terbagi dua kelompok, ada yang pro dan ada yang kontra dengan perusahaan [Boskalis], jadi hambatannya begini, pada saat kita mau demo mau naik kapal apa, jam berapa titik kumpulnya, rencana kita itu selalu bocor. Karena mungkin ada faktor mata-mata yah, tetapi namanya juga berjuang kita harus berani menghadapi apapun hambatannya" ungkapnya

Ditepian pantai Pulau Kodingareng, Ibu Ros menceritakan tantangan yang dihadapi saat melakukan unjuk rasa dan protes di depan Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dimana  saat itu Gubernur Nurdin Abdullah masih menjabat dan dilakukan jauh sebelum ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

"Kendaraan laut sering tidak ada, tapi alhamdulillah selalu tercapai, walaupun demonya kita ini selalu di bubarkan di dermaga kayu bengkoa, tapi bermacam-macam selalu alasannya kami, alasan ke permandian, ke acara, segala macam lah, artinya semua hambatan-hambatan selalu kita berjuang menghadapinya" Imbuhnya

Bagaimana dengan nasib nelayan?

7e2abf9c-98b9-45dd-9696-6df8d92d43f7

Dampak dari aktivitas pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh perusahaan asal Belanda bernama Royal Boskalis dirasakan langsung oleh nelayan yang sehari-hari melaut di wilayah tangkap Nelayan Pulau Kodingareng seperti Copong Lompo, Copong Ca’di, Bonema’lonjo, dan Pungangrong 

"Sebelum ada aktivitas tambang, pendapatan kita ya lumayan lah, bisa menutupi keseharian keluarga, kalau musim Tenggiri biasa kita dapat lima ekor tujuh ekor, setelah datangnya itu Boskalis. Dari kita melaut pagi sampai sore itu seharian tidak dapat-dapat" kata Muis Dg. Mannya yang sehari-harinya melaut

Akibat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas tambang pasir laut, sejumlah nelayan di Pulau Kodingareng beralih profesi dengan merantau ke kota guna mencari pekerjaan lain demi menghidupi anak dan istri mereka.

"Banyak juga kedaratan ke Makassar, mencari pekerjaan lain, saya sendiri juga pernah ke Galesong mencari pekerjaan lain, kenapa? yaah karena tidak ada penghasilan sama sekali waktu itu" imbuhnya

Hal yang dirasakan Ibu-ibu Nelayan Kodingareng 

Dibalik perencanaan proyek strategis tentunya mendatangkan dampak besar bagi kehidupan sehari-hari terutama bagi ibu-ibu rumah tangga yang notabene kehidupan ekonomi bergantung di laut.

Disaat kami berada di Pulau Kodingareng bersama Tim KabarMakassar.com, saya bertemu ibu Nursina yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga, yang kini suaminya merantau di luar Provinsi, ia pun saat ini aktif dalam organisasi Perempuan Kodingareng bersama dengan Ibu Ros

"Kami sebagai ibu rumah tangga itu paling terdampak kalau masalah aktivitas tambang ini, karena kita sebagai perempuan ibu rumah tangga, kita mengharap kalau suami kita pergi melaut dia bawa hasil, kalau dia datang bawa hasil tidak ada, otomatis kita yang kecewa" kata Nursina

"Makanya kami itu sebagai perempuan nelayan di kodingareng kami juga harus gigih membantu suami-suami kita yang kemarin itu pas ada penambangan, kita [Demo]" tambahnya

Lebih lanjut, Nursina dalam semangat juangnya bersama para perempuan nelayan Kodingareng, menuturkan akan tetap melakukan perlawanan hingga titik zona wilayah tangkap ikan nelayan dicabut dari area tambang pasir.

"Kita itu tetap melawan dan menolak, dari awal sampai sekarang kita tidak pernah gentar, terus akan melawan sepanjang sonanya belum di cabut, dan harapannya kedepan itu kami mau pulau kami itu aman tentram kayak dulu lagi" pungkasnya 

Hari itu jelang sore, matahari mulai tenggelam, saat itu saya bertemu Ibu-ibu yang sedang membakar ikan di halaman rumahnya tepat menghadap ke laut, perempuan tersebut bernama Pujiati, ia bercerita banyak terkait apa yang terjadi disana saat aktivitas tambang masih aktif.
 
Dengan mata berkaca-kaca, ia bercerita tentang perjalanannya bersama masyarakat yang menentang aktivitas tambang, dalam hati kecilnya Pujiati menangis tatkala melihat kapal pengangkut pasir melintasi pulau Kodingareng saat itu, ia sedih, sakit hati, melihat pasir diangkut, dan kehidupannya terasa sulit sejak saat itu.

"Sanna sikali injo rawattua watunna tauwa mae demo, ka biasa punna niaki ammalo ngarru mentongki anciniki, pa'risiki nyawaya anciniki kassitta ni pakamma, sulitki kehidupanga" kata Pujiati dalam Bahasa Bugis Makassar

Pujiati melanjutkan, sebelum adanya aktivitas tambang pasir, suaminya sering membawa hasil tangkapan laut yang cukup bahkan lebih namun sejak hadirnya penambangan pasir, Pujiati kerap merasakan krisis bahkan tidak memiliki uang seribu rupiah.

"Riwatunna tena penambangan biasaki na erangan [suami] Lima Ratus-Satu juta bahkan melebihi satu jutayya, tapi sikalinna niak, bagi rinakke tong sukkaraki doek sibalangnga sabbu, sukkara' siakali doe limang puloa sabbu, nakke lebba hadapi biar sisabbu rupiah tena doekku" Kata Pujiati dengan mata berkaca-kaca

Upaya Pendampingan  

Demi menjaga alam dan keberlanjutan hidup manusia Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di tahun 2020 menerima laporan dari masyarakat terkait adanya aktivitas penambangan disana, pihaknya langsung melakukan pemdampingan kepada masyarakat di Pulau Kodingareng.

Disaat itulah "Perjuangan pejuang perempuan kodingareng ini dimulai sejak tahun 2020 tepatnya bulan juni" kata Herli saat di temui sela-sela waktunya, ia juga merupakan perwakilan WALHI Sulawesi Selatan di bidang Staff Unit Pengorganisasian Rakyat, yang melakukan pendampingan terhadap perempuan nelayan di Kodingareng

"Perjuagan ini dimulai karena nelayan kodingareng merasakan adanya perubahan di kehidupan mereka setelah tambang pasir masuk di wilayah tangkap nelayan, perubahan ini yang ia rasakan khususnya di sektor ekonomi, dimana hasil tangkap nelayan itu berkurang" ujarnya 

Saat saya mempertanyakan bahwa kenapa ini harus dilawan, ia denga tegas menjawab "Pertama ini soal ekosistem laut, dimana disana terumbu karang, ikan, udang, cumi, dan biota laut lainnya sebelum ada penembangan pasir sangat amat terjaga, karena nelayan atau manusianya terikat karena mereka membutuhkan hasil laut untuk bertahan hidup disana" Jelasnya

"Karena nelayan bergantung dihasil laut, makanya mereka merasa sangat amat dirugikan ketika ada aktivitas di wilayah tangkap mereka, otomatis mereka kehilangan sumber mata pencaharian utama, dan berdampaklah  ke perempuan yang notabenenya mengelola semua sumber atau pendapatan nelayan" tambahnya

Pasca penambangan, masyarakat di Pulau Kodingareng saat ini merasakan banyak ancaman seperti abrasi dan hilangnya sumber pendapatan

"Acamannya abrasi karena di daerah konsesi tambang itu banyak terumbu karang, terumbu karang ini yang menghalau atau memecah ombak agar tidak langsung menuju ke Pulau, dan yang kedua hilangnya sumber pendapatan nelayan" ujar Herli

Diketahui aktivitas penambangan pasir laut yang dilakukan perusahaan Royal Boskalis yang dilakukan oleh kapal “Queen of the Netherland” bertujuan untuk menyuplai material reklamasi untuk proyek strategis nasional milik PT Pelindo yakni Makassar New Port

PDAM Makassar