kabarbursa.com
kabarbursa.com
banner 728x250
News  

HDI, Ini Harapan Ketua Eksekutif Nasional FORMASI Disabilitas

banner 468x60

KabarMakassar.com — Hari Disabilitas Internasional (HDI) diperingati setiap tanggal 3 Desember sebagai ruang refleksi pengakuan, penerimaan dan sejauh mana pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) para penyandang disabilitas dilaksanakan.

Hari Disabilitas Internasional kali ini mengangkat tema "Solusi Transformatif untuk Pembangunan yang Inklusif : Inovasi untuk Dunia yang lebih Aksesibel dan Adil" yang merepresentasikan situasi saat ini dimana masih terdapat kelompok-kelompok yang seringkali ditinggalkan dan hanya menjadi penonton di tengah kemajuan roda pembangunan.

Pemprov Sulsel

Ketua Eksekutif Nasional Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif (FORMASI) Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan mengatakan, berdasarkan catatan tahunan FORMASI Disabilitas difabel masih belum menikmati hak secara setara di berbagai sektor termasuk hukum dan akses keadilan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan hingga situasi bencana darurat kemanusiaan.

Selain itu sejumlah ragam disabilitas seperti difabel perempuan dan anak, Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan psikososial masih terbelenggu oleh stigma serta institusionalisasi dimana tidak memiliki ruang dalam struktur kebijakan.

"Tetapi situasi difabel saat ini belum juga banyak perubahan," ungkapnya, Sabtu (03/12).

Padahal, kata Syarif pemenuhan HAM disabilitas telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, menyusul kemudian dua Peraturan Presiden dan tujuh Peraturan Pemerintah serta sejumlah aturan lain yang telah dikeluarkan namun situasi para difabel hingga kini masih belum mengalami banyak perubahan.

"Difabel masih belum menikmati hak secara setara di berbagai sektor utamanya hukum dan akses terhadap keadilan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan dan situasi bencana darurat kemanusiaan," sambungnya.

Hal ini tampak dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bahkan tidak mengetahui kebijakan atau regulasi disabilitas yang harus dipahami dan dipedomani.

"Kunjungan FORMASI Disabilitas di sejumlah provinsi menemukan bahwa sejumlah kebijakan disabilitas yang alih-alih dipahami dan dipedomani bahkan tidak diketahui oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD)," ujarnya.

Selain itu, pada praktik pendidikan sejumlah sekolah reguler beramai-ramai mendeklarasikan diri sebagai sekolah inklusif namun pada kenyatannya penerimaan siswa difabel masih terbatas dan masih ditemukan penolakan terhadap difabel intelektual dan mental.

Pada akhirnya para orangtua menjadikan Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai pilihan akhir dan juga peluang beasiswa bagi difabel masih sangat terbatas.

Hal ini menunjukkan adanya jurang kesenjangan kualitas sumber daya manusia antara difabel dan non difabel yang dibuktikan dengan data SUSENAS 2021 bahwa sebanyak 48,43 persen difabel tidak memiliki ijazah jika dibandingkan dengan non difabel yang tidak memiliki ijazah sebesar 25,44 persen.

Sementara itu, dalam akses layanan dan jaminan hukum para difabel mendapati hambatan pada ketersediaan layanan bantuan hukum, sarana dan layanan yang kurang aksesibel hingga proses peradilan yang belum sepenuhnya memberikan jaminan keadilan bagi difabel serta masalah kapasitas hukum difabel intelektual dan mental yang masih belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan.

Selanjutnya pada akses layanan kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum mencakup seluruh layanan terapi yang diperlukan difabel mengikuti siklus hidup dan JKN saat ini hanya menjamin tujuh jenis alat bantu dari 70 ragam alat bantu yang diperlukan para difabel.

Syarif pun meminta pemerintah memiliki keberpihakan nyata atas inklusi difabel yang harus lebih terukur pada indikator, program dan kegiatan dan keseriusan menjadikan inklusi sebagai prinsip dalam agenda pembangunan.

"Agenda inklusi difabel sudah waktunya menjadi prinsip bagi setiap prioritas pembangunan," pungkasnya.

PDAM Makassar