kabarbursa.com
kabarbursa.com
banner 728x250
News  

Bulan Juli-Agustus 2024 Diprediksi Puncak Musim Kemarau

Bulan Juli-Agustus 2024 Diprediksi Puncak Musim Kemarau
(foto : ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia akan mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Puncak musim kemarau 2024 diprediksikan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Hal itu katakan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Pemprov Sulsel

“Jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (periode 1991-2020), awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi memiliki penundaan sebanyak 282 ZOM (40%), stabil sebanyak 175 ZOM (25%), dan percepatan sebanyak 105 ZOM (15%),” ungkap Dwikorita dalam Konferensi Pers Awal Musim Kemarau di Kantor BMKG di Kemayoran, Jakarta (15/3).

Dwikorita menjelaskan bahwa wilayah yang awal kemaraunya diprediksikan akan mundur meliputi sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, NTB, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, dan sebagian Maluku.

Sementara itu, tambahnya, jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (periode 1991-2020), secara umum Musim Kemarau 2024 diprediksi akan bersifat NORMAL dan ATAS NORMAL, masing-masing sebanyak 359 ZOM (51,36%) dan 279 ZOM (39,91%). Namun, terdapat 61 ZOM (8,73%) diprediksikan akan bersifat BAWAH NORMAL.

“Wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau di bawah normal termasuk sebagian Aceh, sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, sebagian Kepulauan Bangka Belitung, sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian NTT, Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah, dan sebagian Papua Selatan,” paparnya.

Di sisi lain, wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau di atas normal termasuk sebagian pesisir selatan Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, dan sebagian besar Papua Selatan.

Dwikorita menambahkan sebanyak 317 ZOM (45,61%) wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024, meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%).

Terkait El Nino, Dwikorita menjelaskan bahwa hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. Sementara di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral.

Fenomena El Nino tersebut, katanya, diprediksi akan segera menuju kondisi netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024 dan berpotensi berubah menjadi La Nina Lemah setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024.

Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diperkirakan akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Kondisi suhu muka laut di Indonesia juga diprediksikan akan mengalami peningkatan, dengan kisaran +0,5 hingga +2,0 derajat Celsius lebih hangat dari kondisi normal.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024.

BMKG mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang diyakini akan mengalami musim kemarau dengan sifat bawah normal (lebih kering dari biasanya).

“Wilayah-wilayah tersebut diperkirakan berpotensi mengalami bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan sumber air,” jelasnya.

Pemerintah daerah, kata Dwikorita, diharapkan dapat lebih optimal dalam melakukan penyimpanan air menjelang akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air lainnya melalui upaya pengelolaan sumber daya air secara efektif.

“Selain itu, tindakan antisipasi juga diperlukan di wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya), terutama terkait dengan tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi,” ujarnya.

PDAM Makassar