kabarbursa.com
kabarbursa.com
banner 728x250
News  

8 Guru Besar Tata Negara Uji Desertasi Staf DPRD Sulsel

banner 468x60

KabarMakassar.com — Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Muda DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Wara Sarjono berhasil meraih gelar Doktor Bidang Hukum pada Universitas Hasanuddin.

Wara meraih gelar Doktor setelah mempertahankan Disertasinya berjudul “Esensi Demokrasi Melalui Pengaturan Calon Tunggal Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia” dari sanggahan dan bantahan delapan guru besar pakar tata negara.

Pemprov Sulsel

Dalam pemaparan pokok-pokok disertasinya Wara Sarjono (Promovendus) menguraikan persoalan-persoalan fundamental terkait pengaturan tentang pilkada calon tunggal yang ada selama ini di Indonesia serta menawarkan konsep pengaturan yang lebih demokratis sebagai alternatif jalan keluar dari permasalahan yang ada sekarang ini.

Dalam pemaparannya, perjalanan Pemilihan kepala daerah di Indonesia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 membuka jalan untuk beberapa daerah yang hanya memiliki satu pasang calon kepala daerah untuk tetap menyelenggarakan pilkada pada tahun 2015 tanpa harus menunda sampai periode berikutnya.

Pasca Putusan MK Nomor 100 tersebut, kemudian praktis merevisi UU 8/2015 menjadi  UU 10/2016. Walaupun dalam Naskah Akademik UU 10/2016 memuat Putusan MK No. 100 sebagai salah satu landasan Yuridisnya namun ternyata tidak semua substansi Putusan MK diadopsi masuk dalam UU 10/2016.

Salah satunya yakni Pasal 54C ayat (2) dimana disebutkan bahwa “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar.

"Ketentuan Pasal 54C ayat (2) bisa dikatakan tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi karena mahkamah menghendaki pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal melalui mekanisme 1 kolom memuat foto pasangan calon dengan memilih “setuju” atau “tidak setuju” tapi pembentuk undang-undang memodifikasi pemilihan calon tunggal dengan foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar," pungkasnya.

Dia mengambarkan pada Pilkada Kita di Makassar tahun 2018, KPU Kota Makassar menetapkan kolom kosong sebagai pemenang dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Waliota Makassar.

Kemenangan kotak kosong di Kota Makassar mengakibatkan terjadinya kekosongan jabatan kurang lebih 20 bulan yaitu sampai penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya.

"Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-udangan, maka KPU berkoordinasi dengan kementerian yang membidangi urusan dalam negeri untuk penugasan penjabat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sambung Wara," bebernya.

Menurutnya, Penunjukan pejabat sebagai konsekuensi terjadinya kekosongan jabatan tentu juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Apabila tidak dilakukan perubahan aturan maka di Tahun 2024, dimana apabila calon tunggal dikalahkan oleh kolom kosong maka sebagai konsekuensinya selama 5 Tahun (sampai pilkada berikutnya digelar) pada Tahun 2029, jabatan kepala daerah diisi oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri.

"Maka selama kurun waktu itu pula, pemerintah dapat mengganti-ganti siapa saja yang diinginkan untuk menduduki jabatan tersebut. Dengan demikian tentunya ini mencederai esensi demokrasi karena pemimpin yang harapkan merupakan pemimpin yang ditunjuk oleh kekuasaan bukan yang dipilih," ulasnya.

Konsep yang ditawarkan dalam desertasi ini, adalah sebuah alternatif sebagai jalan keluar agar pemilihan kepala daerah tetap berjalan lebih demokratis.

Bertindak Selaku Ketua sidang Prof. Dr. Hamzah Halim SH, MH, MAP (Dekan FH-UH) juga sebagai Promotor, kemudian Prof. Dr. Marwati Riza, SH, M.Si, selalu Ko-Promotor, Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH, MH. selalu Ko-Promotor.

Kemudian Penguji Eksternal  Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumertha Yasa, SH, M.Hum (Dekan FH-Udayana), Penguji Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH, MH., Prof. Dr. Andi Pangeran Moenta , SH, M.H, DFM., Prof. Dr. Marthen Ari, SH, MH., dan Prof. Dr. Anshori Ilyas, SH, MH.

PDAM Makassar