kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Kasus Korupsi Honorarium Satpol PP Makassar, PUKAT : yang Salah Camatnya

banner 468x60

KabarMakassar.com — Lembaga Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) membeberkan adanya kesalahan terhadap pelaksanaan keuangan di tubuh Pemerintah Kota Makassar, terkhusus pada kasus korupsi yang melibatkan pimpinan Satpol PP dan para Camat.

Ketua PUKAT Bastian Lubis menyebut, dugaan korupsi yang disematkan ke pimpinan Satpol PP salah sasaran, seharusnya dugaan korupsi itu diberikan kepada Camat selaku Pengguna Anggaran (PA).

Pemprov Sulsel

"Kalau saya lihat dari judul itu sudah tidak ketemu, dugaan itu harusnya dia di kecamatan, karena anggaranya ada di kecamatan bukan di satpol, pada waktu dia memerintahkan surat perintah BKO itu atas perintah Camat, pada saat BKO tidak ada dikatakan bahwa biaya ditanggung kecamatan, sekarang ada biaya kecamatan itu muncul, itu yang sebenanrya tidak benar," ujar Bastian saat ditemui di kantornya di Universitas Patria Artha (UPA) Gowa, Selasa (20/12).

Secara regulasi menurut Bastian, pada UU no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara menyebutkan bahwa yang bertanggung jawab atas dana yang dikeluarkan adalah yang bertanda tangan.

"yang mengeluarkan atau menandatangani sehingga uang itu keluar maka yang bertanggung jawab itu yang menandatangi surat itu, siapa? Yah camat. Itu sudah sangat jelas sekali," sebutnya.

Bastian pun menilai, pengelolaan anggaran dengan judul "honorarium keamanan" dinilai fatal karena sudah mengalami dua kali anggaran. 

Pertama pengadaan anggaran di Satpol PP itu sendiri, kedua pengadaan anggaran di Camat untuk satpol pp yang bertugas di kantor-kantor kecamatan di Makassar.

"Kalau saya lihat yang bermasalah penggunaan anggaran yang di kecamatan, kalau pol PP sudah selesai, clear. Satpol PP bisa diduga korupsi apabila dia bisa dibuktikan adanya gratifikasi, bukti gratifikasi dari mana? Adanya yang masuk lewat rekening, terus adanya penerimaan uang yang bisa dibuktikan atau disaksikan dan ada tanda terimanya. Kalau mengenai organisasi ini dobel atau fiktif itu urusan kecamatan, karena kecamatan yang memverfikasi, ataupun ada yang bekerjasama itu harus dibuktikan," bebernya.

Bastian pun mempertanyakan perihal pemeriksaan yang dilakukan kepada Satpol PP terlebih dahulu, karena menurutnya pihak kecamatan lah yang harus bertanggung jawab.

"Sudah jelas bahwa satpol PP digaji DPA RKA nya di satpol PP, perda APBD ada," bebernya.

Rektor UPA ini pun menilai, seharusnya pengadaan anggaran di kecamatan itu bukan berbentuk SK honorarium melainkan bentuk kegiatan seperti kegiatan sosial, gotong royong dan sebagainya.

Saran pengembalian uang dari kecamatan pun dinilai tidak berpengaruh terhadap hukum tindak korupsi, apalagi nilai yang tersisa masih besar yani hingga Rp 12 miliar.

Dimana, Kamis 13 Oktober 2022 lalu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel menetapkan Iman Hud (Kadis Perhubungn) sebagai tersangka dugaan kasus korupsi terhadap anggaran honorarium fiktif Satpol PP pada 14 kecamatan di Makassar, periode 2017-2022. Iman Hud saat itu menjabat sebagai Kasatpol PP. Atas kasus ini, dugaan kerugian negara mencapai Rp 3,5 miliar.

PDAM Makassar