kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Amnesty Internasional Soroti Sidang Kasus HAM Berat Paniai

banner 468x60

KabarMakassar.com — Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid turut memantau langsung sidang perdana kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (21/09).

Usman menyoroti berbagai kejanggalan dalam sidang kasus pelanggaran HAM tersebut salah satunya yakni tak diungkapnya pelaku yang diduga telah menganiaya anak-anak.

Pemprov Sulsel

"Siapa yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak itu. Siapa? Kan itu harus dibuktikan lebih dahulu. Kenapa pasalnya tidak digunakan?," ujarnya.

Ia menyebut dakwaan Jaksa secara umum mengungkapkan peristiwa penembakan pada tanggal 8 Desember 2014 diawali peristiwa penganiayaan yang dilakukan aparat TNI AD pada 7 Desember 2014. 

Namun peristiwa penganiayaan itu tak diurai secara lengkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Jadi begini ada penganiayaan di tanggal 7 itu dan ada penembakan tanggal 8 itu kan. Yang hari pertama itu kalau enggak salah hanya menyebabkan luka fatal, tetapi tidak berakibat kematian. Terus siapa pelakunya? Itu tidak ada, kurang, kosong lah. Ada celah kosong yang harus diisi di dalam persidangan berikutnya," jelasnya. 

Selain itu, Usman Hamid juga sempat ditanya soal anggapan persidangan tersebut hanya gimik. Pasalnya ada dugaan terdakwa Isak Sattu sekaligus mantan perwira TNI AD itu tak sendirian dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai.

"Bisa saya mengerti kritik masyarakat, kritik aktivis bahwa persidangan ini menjadi sekedar gimik. Karena memang pengalaman sidang terdahulu berujung dengan 0 penghukuman. Berhubung dengan berbagai putusan bebas di tingkat pengadilan banding, kasasi dan yang sekarang persiapannya juga tidak matang," terangnya.

"Bahkan tadi kita dengarkan dari 180 hari sudah termakan waktu 90 hari ya, yang paling penting adalah substansi perkaranya. Benar enggak peristiwa yang terjadi di Paniai itu memang merupakan peristiwa yang terjadi akibat perbuatan terdakwa, yang meragukan bahwa pelakunya adalah satu orang ini gitu misalnya," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum, Erryl Prima Putra Agoes mengatakan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai seharusnya mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya sedang melakukan pelanggaran HAM yang berat. 

Erryl menyebut pelanggaran HAM berat yang dimaksud yakni kejahatan terhadap kemanusiaan, melakukan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya

"Bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, dan terdakwa tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut. Terdakwa juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," ujarnya saat membacakan dakwaan.

Akibat perbuatan tersebut, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu didakwa Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Selain itu JPU juga mendakwa Isak melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan ancaman minimal kurungan penjara 10 tahun dan maksimal 20 tahun.

PDAM Makassar