kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

RUU KIA Cuti 6 Bulan, Pengamat: Lebih Baik Dibatalkan

banner 468x60

KabarMakassar.com — Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang resmi disahkan sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa hari lalu menuai berbagai kritikan.

RUU KIA yang mengatur cuti enam bulan bagi ibu hamil dan melahirkan tersebut rupanya tidak didukung penuh dari sejumlah kalangan masyarakat. Kebiajakan ini dianggap dapat menjadi boomerang bagi pekerja perempuan.

Pemprov Sulsel

Pengamat Perempuan dan Gender di Makassar, Dr Hadawiah menyebut Rancangan Undang-undang tersebut lebih baik dibatalkan.

"Lebih baik dibatalkan yah rancangan undang-undang itu," ungkapnya, Senin (04/07).

Menurutnya, aturan cuti hamil melahirkan selama enam bulan tidak perlu bagi ibu hamil karena dianggap dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan dengan menutup kesempatan para perempuan untuk bekerja atau tidak lagi menerima pekerja perempuan.

"Saya merasa bahwa cuti hamil ini tidak perlu bagi ibu hamil karena efeknya sangat panjang, saya kira perusahaan lah yang mengambil manfaat dan kesempatan disini," sambungnya.

Pihaknya menjelaskan membela kesejahteraan dan perlindungan perempuan tidak hanya sebatas di atas kertas namun dilihat dari efek yang bakal terjadi setelah disahkannya RUU KIA tersebut.

Ia menyebut nantinya perusahaan justru bakal menutup kesempatan bagi perempuan karena adanya kekosongan tanggung jawab yang terjadi selama enam bulan lamanya dengan tidak menerima pekerja perempuan atau tidak membayarkan hak gaji apabila perempuan hamil melahirkan mengambil cuti.

"Ketika RUU KIA ini disahkan bisa saja menjadi alasan perusahaan untuk tidak menerima perempuan bekerja atau kedua memberikan solusi kalau perempuan kita terima dalam satu bagian hanya terima satu, dua atau tiga dimana kalau sudah cuti itu tidak lagi digaji," sambungnya.

Sementara itu, salah satu pekerja perempuan, Rani Anggraeni menyebut waktu cuti selama enam bulan terlalu lama. 

Menurutnya, para ibu melahirkan memiliki mental yang berbeda-beda, dimana para ibu juga membutuhkan kegiatan lain selain mengurus anak sehingga waktu enam bulan dianggap terlalu lama. 

"Saya pribadi terlalu lama bukan karena tidak suka tapi ibu juga butuh kegiatan lain selain mengurus anak karena beda-beda mentalnya ibu ketika baru melahirkan dan punya anak," katanya.

Selain itu, Ia menuturkan waktu cuti selama enam bulan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan yang nantinya dapat mendiskriminasi perempuan karena adanya kekosongan tanggung jawab selama enam bulan.

"Sebenarnya memang mempengaruhi karena otomatis mempengaruhi kinerja dan secara tidak langsung mendiskriminasi perempuan," pungkasnya.