KabarMakassar.com — Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Prof Sukri Tamma menyebut ada beberapa faktor atau aspek dari kegagalan PPP meraih 4 persen ambang batas Pemilu 2024.
Dimana gagalnya partai Ka’bah itu untuk dapat menembus ambang batas PT 4% pada pemilu kali ini merupakan akumulasi dari berbagai aspek.
Pertama, tentu hal ini terkait dengan adanya indikasi perpecahan internal yang mengiringi PPP menuju pemilu 2024. Hal ini memberi pengaruh pada soliditas partai secara kelembagaan untuk betul betul secara maksimal berupaya memenangkan partai.
Meski para caleg yang diusung tentu secara personal akan berusaha semaksimal mungkin. Dan terbutki bahwa di banyak wilayah caleg PPP banyak yang meraih suara yang signifikan, namun secara nasional tidak mencukupi.
“Artinya pada banyak wilayah PPP tidak berhasil bersaing. Selain itu tentu saja kondisi ini juga dipengaruhi oleh kemampuan strategi partai pesaing untuk dapat mempengaruhi masyarakat melalui strategi-strategi yang akan langsung dirasakan oleh masyarakat,” ucap Prof Sukri Tamma kepada kabarmakassar.com, Kamis (21/3).
“Aspek lain tentu terkait dengan figuritas yang diusung oleh PPP sendiri. Seperti ita ketahui, salah sata kecenderungan kuat bagi pemilih di Indonesia dalam memilih dalam pemilu adalah figuritas calegnya. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa figuritas menjadi sala satu yang terpenting,” sambung Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan politik Unhas itu.
Dari sisi ini, lanjut Prof Sukri Tamma, kegagalan PPP tentu terkait dengan figuritas dan daya saing figur yang diusulkannya di masing-masing dapil. Figur usungan PPP nampaknya masih belum bisa bersaing dengan figur-figur dari partai lain.
Dengan demikian, meski PPP merupakan salah satu partai politik yang sudah lama menjadi peserta pemilu di Indonesia.
“Namun hal tersebut belum menjadi jaminan bahwa keberadaan mereka mamperoleh dukungan luas dari masyarakat,” ujarnya.
Terkait upaya hukum yang ditempuh PPP, Prof Sukri Tamma anggap hal yang wajar. Menurutnya, tentu upaya hukum yang dilakukan PPP lewat Mahkamah Konstitusi sangat tentu ada harapan namun tidak menutup kemungkinan tidak selalu sesuai yang diharapan.
Lebih jauh dikatakan bahwa kontes ranah hukum yang lebih penting yakni pembuktian yang cukup kuat harus dibuktikan. Apakah ada kecurangan yang ditemukan atau dilanggar yang perlu dibuktikan kepada MK.
Karena kita tahu PPP bukan satu-satunya Parpol sebagai peserta Pemilu 2024. Sehingga kemudian tentu mesti membuktikan betul apa yang dirugikan. Dan bisa jadi ada harapan bagi PPP bisa lolos karena melihat persentase yakni mendekati 4 persen.
“Tapi kita tunggu hasil proses pembuktian dari MK yang tentu banyak faktor yang menjadi pertimbangan oleh majelis hakim nantinya. Kalau misalnya PPP lolos diterima dan tentu parpol lain akan melakukan hal yang sama,” jelasnya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi tingkat nasional yang dilakukan KPU RI terhadap perolehan suara di 38 provinsi dan 128 wilayah luar negeri, Rabu (20/3) malam. Dari hasil itu, PPP mendapatkan 5.878.777 suara dari total 84 daerah pemilihan (dapil).
Dibandingkan dengan jumlah suara sah Pileg DPR RI 2024 di yang mencapai 151.796.630 suara, PPP hanya meraup 3,87 persen suara.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, partai politik yang gagal meraup sedikitnya 4 persen suara sah nasional tidak dapat mengonversi suaranya menjadi kursi di Senayan.
Namun begitu, di atas kertas, boleh jadi masih ada peluang untuk partai politik yang sempat terbelah dualisme kepengurusan itu untuk membalikkan keadaan.