KabarMakassar.com — Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) menggagas Deklarasi Makassar "Menjaga Resiliensi Perkebunan Indonesia" sekaligus melaunching aplikasi Bank Benih Perkebunan (BABE BUN).
Ini dalam rangka menjamin penyediaan benih perkebunan dengan membangun sistem penyediaan, pengawasan dan peredaran benih perkebunan secara terintegras khususnya kelapa sawit.
"Deklarasi yang sudah kita lakukan bersama untuk menjadi komitmen bersama bahwa pembangunan pertanian khususnya perkebunan bukan bertumpu pada skema pembiayaan pemerintah bersumber dari APBN dan APBD," pungkasnya, Kamis (16/3).
Menurutnya, dalam pembangunan pertanian khususnya perkebunan, sektor swasta (private sector) harus ikut berperan menciptakan tata kelola dan sistem usaha perkebunan dalam pengembangan kawasan perkebunan.
Bahkan membangun kemitraan usaha dari hulu ke hilir melalui kolaborasi, solidaritas, sinergi antara pemerintah, swasta, asosiasi dalam gerak langkah bersama untuk mengembalikan, menjaga dan membangun usaha perkebunan sehingga terbagun ekosistem perkebunan Indonesia lebih maju, mandiri dan modern.
"Saya sangat mengapresiasi terobosan yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Aplikasi BABE BUN harus memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk percepatan pelaksanaan kegiatan peremajaan," tuturnya.
Tidak hanya itu, ia menjelaskan bahwa kehadiran Deklarasi Makassar, Menjaga Resiliensi Perkebunan Indonesia dan Apkikasi BABE BUN inu bertujuan juga agar penggunaan benih ilegitim dapat diminimalisir, pemasaran/bisnis benih lebih terbuka/tidak terjadi monopoli, distribusi benih lebih terorganisir, petani memiliki kesempatan untuk memilih benih sesuai dengan minat dan kesesuaian lokasi.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perbenihan seluruh Provinsi dapat ikut mengawasi proses peredaran benih perkebunan untuk kegiatan peremajaan.
"Tadi kita telah melihat pameran industri benih perkebunan Indonesia (kelapa sawit), bahwa tentang pentingnya penggunaan benih kelapa sawit unggul, bersertifikat dan berlabel, dilanjutkan dengan launching BABE BUN, saya sangat optimis bahwa penyediaan benih perkebunan (khususnya Kelapa Sawit) untuk mendukung kegiatan PSR tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang terjamin," jelasnya.
Untuk merealiasasikan ini, Mentan SYL meminta jajaranya untuk memastikan sosialisasi penggunaan benih unggul, bersertifikat dan berlabel terus dilakukan tidak hanya untuk komoditas kelapa sawit tetapi untuk komoditas perkebunan lainnya dengan memanfaatkan berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Memastikan juga Aplikasi BABE BUN aplikatif dan dimanfaatkan, terus lakukan upaya-upaya perbaikan, perhatikan efisiensi penggunaannya. Kehadiran aplikasi ini jangan menambah sulit dan panjangnya birokrasi PSR.
"Aplikasi BABE BUN dikembangkan untuk mendukung komoditas perkebunan lainnya tidak hanya kelapa sawit. Segera selesaikan permasalahan penjualan benih secara Online, susun regulasi yang tepat dan aplikatif, dengan prinsip tetap mengedepankan azas saling menguntungkan," tandasnya.
Sementara, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengatakan Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan berupaya memperbaiki tanaman perkebunan yang telah tua/rusak/tidak menghasilkan dengan penggantian tanaman melalui kegiatan peremajaan ataupun rehabilitasi.
Dalam pelaksanaanya kegiatan dimaksud memerlukan anggaran yang cukup besar mulai dari pembongkaran tanaman tua/rusak, penyediaan benih, pupuk, pestisida biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan dan lain-lain.
"Direktorat Jenderal Perkebunan sangat serius dalam menyiapkan benih tanaman perkebunan bermutu dalam rangka medukung peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing industri perkebunan. Bentuk keseriusan tersebut diwujudkan melalui sistem penyediaan, pengawasan dan peredaran benih BABE BUN," ujarnya.
Menurutnya, terobosan BABE BUN hadir agar penyediaan benih perkebunan dapat diadakan tanpa bergantung lagi APBN.
Pasalnya, Skema pembiayaan untuk program peremajaan masih bergantung penuh pada anggaran dari APBN dan APBD, sedangkan anggaran APBN dan APBD terus mengalami penurunan, sementara kebutuhan anggaran untuk memperbaiki kondisi tanaman tua/rusak sangat besar.
"Kebutuhan benih dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan sekitar 40% dari total investasi, semakin turunnya kemampuan APBN mengakibatkan tingginya ketidakpastian anggaran untuk penyediaan benih, hal ini berakibat pada lesunya bisnis penyediaan benih dikalangan produsen/penangkar benih perkebunan," ungkapnya.