kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Mengenal Aksara Lontara, Sejarah dan Hurufnya

Mengenal Aksara Lontara, Sejarah dan Hurufnya
Ilustrasi (Dok : KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Aksara Lontara juga dikenal sebagai Aksara Bugis yang digunakan oleh dua etnis di Sulawesi Selatan (Sulsel), yaitu Suku Bugis dan Suku Makassar.

Lontara juga sudah menjadi identitas daerah, yang menjadi nilai-nilai leluhur yang sangat berharga. Bahkan, Lontara salah satu dari lima aksara dunia, yakni aksara Arab, Latin, Kanji, Kawi (Jawa Kuno).

Pemprov Sulsel

Aksara Lontara sangat terkenal di Eropa semenjak sure’ I La Galigo dibawa Oleh B.F Mathes dari Sulsel ke Belanda. Aksara Lontara saat ini telah terdaftar di Unicode, dan telah dijadikan buku yang termuat dalam The Unicode Standart.

Lantas, apa sejarah aksara lontara hingga hurufnya yang dijadikan sebagai tulisan dan bahasa sehari-hari suku Bugis dan Makassar?

Simak penjelasan berikut ini yang dirangkum tim Kabar Makassar dari berbagai sumber:

Asal Usul Penamaan Aksara Lontara

Mengutip karya ilmiah Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Nurhayati Rahman berjudul “Sejarah dan Dinamika Perkembangan Huruf Lontara di Sulawesi Selatan” disebutkan bahwa kata Lontara berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu raung yang berarti daun, dan taq yang berarti lontar. Jadi raung taq berarti daun lontar.

Disebut demikian, karena pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini bentuknya berukuran kira-kira 1 cm lebarnya, sedangkan panjangnya bergantung dari panjang cerita yang dituliskan di dalamnya.

Sejarah Aksara Lontara

Aksara Lontara awalnya diciptakan oleh Daeng Pamatte seorang syahbandar sekaligus Tumailalang (Menteri urusan istana luar dan dalam negeri) di kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi (1510 – 1546). Awalnya aksara ini dibuat yakni untuk pemerintah Kerajaan Gowa saat itu untuk menuliskan apa yang mereka ucapkan dan menuliskan pesan atau dokumen penting lainnya di atas daun lontar, jauh sebelum kertas ditemukan.

Selain itu agar mereka dapat menuliskan kejadian pada masa itu, sebagai warisan bagi keturunannya sebagai bekal bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Aksara Lontara pada masa ini disebut sebagai aksara Lontara Toa atau Jangang-Jangang (burung).

Penulisan Aksara Lontara

Mengutip dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam artikel berjudul “Aksara Lontara’ dan Rahasia Sukses Replikasi PLPBK Kabupaten Gowa”, Aksara Lontara adalah sistem tulisan abugida yang terdiri dari 23 aksara dasar. Arah penulisan aksara Lontara adalah dari kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (scriptio continua) dengan tanda baca yang minimal.

Aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama (pemati vokal) sehingga aksara konsonan mati tidak dituliskan. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti akan kata yang dituliskan. Misalnya kata “Mandar” hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sebagai “sarang”, sara’, atau “sara” tergantung pada konteks kalimat.

Bentuk huruf aksara Lontara berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab. Seperti huruf Arab nomor 2 diberi makna huruf “ka”, angka Arab nomor 2 dan titik dibawah diberi makna “Ga”, angka tujuh dengan titik di atas diberi makna “Nga”.

Aksara Lontara terdiri dari 23 aksara dasar, yaitu KA-GA-NGA-NGKA-PA-BA-MA-MPA-TA-DA-NA-NRA-CA-JA-NYA-NCA-YA-RA-LA-WA-SA-A-HA. Dan memiliki 6 huruf vokal seperti /ɔ/, /i/, /u/, /e/, /ə/, dan /o/ serta memiliki sistem penulisan angka.

Teknis Penulisannya Aksara Lontara

1. Huruf Lontara Tidak Memiliki Garis Lengkung atau Bengkok

Dari segi bentuknya, aksara Lontar hanya mengenal garis lurus ke atas dan garis lurus ke bawah. Kemudian pada pertemuan kedua garis lurus tersebut terdapat patahan.

2. Ditulis dengan Variable Tegak Lurus

Sementara dari segi teknis penulisan, huruf aksara Lontara memiliki variasi tebal halus. Yakni ke atas harus tebal dan ke bawah harus halus.

3. Lontara Tidak Mengenal Huruf Mati

Alasan tidak mengenal huruf mati karena orang-orang terdahulu percaya segala ilmu yang dipelajari adalah berkah dan tidak akan pernah mati.

PDAM Makassar