KabarMakassar.com — Hingga Mei 2024, realisasi penerimaan pajak daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) mencapai Rp2,61 triliun. Meskipun mengalami sedikit penurunan sebesar 0,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,62 triliun, kinerja pajak daerah tetap menunjukkan hasil yang signifikan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Sulsel, Supendi, menjelaskan bahwa penerimaan pajak daerah didukung oleh kinerja pajak non konsumtif, dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi penyumbang terbesar sebesar Rp648,11 miliar.
Selain PKB, kontribusi besar juga datang dari bea balik nama kendaraan bermotor yang mencapai Rp402,19 miliar, pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar Rp374,77 miliar, dan pajak penerangan jalan yang mencapai Rp328,36 miliar.
“Di sisi lain, pajak daerah konsumtif juga memberikan kontribusi yang cukup besar, dengan pajak restoran sebagai penyumbang utama sebesar Rp168,64 miliar,” katanya.
Pajak hotel menyusul dengan Rp84,78 miliar, diikuti oleh pajak hiburan sebesar Rp24,38 miliar, dan pajak parkir sebesar Rp10,99 miliar.
Supendi menambahkan bahwa pajak daerah merupakan kontributor utama bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi Selatan, menyumbang sekitar 80% dari total PAD. Namun, penurunan realisasi pajak daerah hingga Mei 2024 berdampak pada realisasi PAD yang hanya mencapai Rp3,49 triliun, turun 1,27% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023.
“Penurunan PAD tidak hanya disebabkan oleh penurunan pajak daerah. Beberapa komponen lain seperti penerimaan kelayakan daerah yang dipisahkan juga mengalami penurunan sebesar 63,63% menjadi Rp115 miliar, serta retribusi daerah yang turun 5,31% menjadi Rp104,17 miliar,” jelas Supendi.
Sisi lain, Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Sulselbartra, Soebagio, menjelaskan bahwa penerimaan pajak terbesar disumbangkan oleh Pajak Penghasilan (PPh) yang mencapai Rp3,12 triliun. Penerimaan PPh ini tumbuh 9,78% dibandingkan Mei 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan setoran PPh 21 yang sejalan dengan perkembangan sektor-sektor penopang dan adanya pembayaran non-rutin.
Namun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) mencatatkan realisasi sebesar Rp1,87 triliun, tetapi mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 12,05% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan oleh melambatnya aktivitas ekonomi di sektor konstruksi dan pertambangan, serta turunnya harga beberapa komoditas seperti nikel dan kelapa sawit, yang berdampak besar pada penerimaan PPN.