KabarMakassar.com — Pada perdagangan Senin (14/10), nilai tukar rupiah berada di level Rp15.565 per USD. Pada penutupan perdagangan kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup menguat tipis sebesar 12 poin atau 0,08% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di Rp15.577 per USD. Penguatan ini menunjukkan stabilitas mata uang Garuda di tengah pergerakan bervariasi mata uang regional.
Sementara, data dari Yahoo Finance menunjukkan bahwa rupiah berada di level Rp15.555 per USD, naik 19 poin atau 0,12% dari posisi sebelumnya di Rp15.574 per USD. Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga mencatat penguatan rupiah ke level Rp15.581 per USD, naik 28 poin dari penutupan perdagangan sebelumnya di Rp15.609 per USD.
Performa Mata Uang di Asia: Rupiah dan Dolar Hong Kong Menguat, Yen dan Yuan Melemah
Penguatan rupiah terjadi meskipun indeks dolar AS mengalami kenaikan 0,13% ke level 103,02. Selain rupiah, dolar Hong Kong turut menguat sebesar 0,04%. Namun, mayoritas mata uang di kawasan Asia mengalami pelemahan. Yen Jepang melemah 0,19%, dolar Taiwan terkoreksi 0,01%, dan won Korea Selatan turun 0,47%. Mata uang lainnya seperti peso Filipina, yuan China, baht Thailand, dan ringgit Malaysia juga tercatat melemah, masing-masing sebesar 0,43%, 0,18%, 0,07%, dan 0,15%.
Faktor Pengaruh dan Prospek Rupiah
Penguatan rupiah terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS, yang mencerminkan tekanan global terhadap mata uang Asia. Meski begitu, stabilitas rupiah menunjukkan daya tahan terhadap volatilitas pasar global. Para analis memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan tetap bergantung pada perkembangan kebijakan moneter global dan data ekonomi domestik yang akan dirilis pekan ini.
Dengan performa yang cukup stabil di tengah dinamika mata uang Asia, rupiah berhasil menjaga posisinya di zona hijau, didukung oleh optimisme investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan kemarin rupiah dibuka melemah 0,21% atau 32,5 poin ke level Rp15.610 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,16% ke level 103,05, beberapa mata uang kawasan Asia Pasifik dibuka bervariasi.
Yen Jepang dibuka menurun 0,07%, dolar Hong Kong melemah 0,02%, won Korea Selatan melemah 0,59%, dan yuan China melemah 0,17%. Kemudian rupee India melemah 0,11%, ringgit Malaysia turun 0,13%, peso Filipina turun 0,12%, dan baht Thailand yang dibuka melemah 0,45%.
Rupiah sempat melemah 4,5 poin atau 0,03% ke posisi Rp15.582 per dolar AS pada akhir sesi pertama perdagangan awal pekan kemarin. Hingga pukul 12.00 WIB Dolar AS juga menguat terhadap baht Thailand sebesar 0,019 poin atau 0,06%. Sementara itu, mayoritas mata uang Asia menguat tipis di hadapan dolar AS, seperti yen jepang 0,08%, dolar Singapura 0,07%, won Korea Selatan 0,28%, yuan China 0,11%, dan dolar Hong Kong naik 0,01%.
Disisi lain, Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 7,3% di Agustus 2024, Didukung Peningkatan Aliran Modal Asing. Bank Indonesia melaporkan bahwa posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2024 mencapai USD425,1 miliar, mencatat pertumbuhan sebesar 7,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan ini sebagian besar dipengaruhi oleh pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah, yang memberikan dampak positif pada nilai tukar dan meningkatkan daya tarik investasi di pasar keuangan Indonesia.
Posisi utang pemerintah tercatat sebesar USD200,4 miliar, dengan pertumbuhan mencapai 4,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,6%. Peningkatan ini terutama didorong oleh masuknya aliran modal asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan kepercayaan investor yang semakin kuat terhadap stabilitas dan prospek perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berhasil menjaga minat investor untuk berinvestasi di pasar obligasi domestik.
Sementara itu, utang luar negeri sektor swasta mencapai USD197,8 miliar, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 1,3%. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan pada Juli 2024 yang hanya mencapai 0,5%. Peningkatan ULN sektor swasta didorong oleh utang perusahaan nonkeuangan yang mencatat pertumbuhan 1,6% (yoy). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan pendanaan untuk ekspansi usaha di tengah optimisme pemulihan ekonomi.
Pertumbuhan ULN yang cukup signifikan pada Agustus 2024 menunjukkan bahwa Indonesia terus menarik minat investasi asing, baik untuk utang pemerintah maupun swasta. Meskipun demikian, pemerintah tetap dihadapkan pada tantangan menjaga keberlanjutan utang luar negeri di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Penguatan koordinasi kebijakan dan pemantauan risiko utang menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan jangka panjang.
Dengan semakin meningkatnya aliran modal asing dan optimisme terhadap prospek perekonomian Indonesia, posisi utang luar negeri pada Agustus 2024 mencerminkan daya tarik investasi dan kepercayaan yang terus terjaga di pasar global.